Di usia 5
tahun ia makan sambil tiduran dan menonton TV.
Ibunya
berteriak, "Duduklah dan habiskan makanmu atau
kau akan
jadi ular."
Lantas ia
melirik kakinya. Ia rasa telah meliuk serupa ekor ular.
Gemetar ia
usap kakinya sembari berujar
"Kakiku
ada dua."
Memasuki
masa remaja ia gemar makan di depan pintu sembari
bertukar
lauk dengan anak tetangga.
Ibunya
berseru, "Teruskan saja lakumu
kalau kau
ingin jadi perawan tua."
Segera ia
berlari ke depan cermin menyadari wajahnya penuh kerut.
Sedang di
balik punggung, tiga karibnya telah menggandeng pasangan.
Cekatan ia
usap wajah dengan telapak yang penuh peluh.
"Aku
masih muda," katanya.
Suatu
siang menjelang pesta pernikahannya,
karna tak
ada lauk, ia bikin sambal dan
menambahkan
begitu saja nasi di atasnya.
Ia
habiskan nasi sebakul. Di tiga suapan terakhir ibunya datang,
"Hentikan!
Pestamu pasti akan diserang hujan tiada henti."
Seketika
perutnya berasa dikocok. Ia paksa keluar
semua isi
perut. "Aku tak ingin Ibu merugi lantaran
tak ada
tamu yang datang."
Seminggu
berlalu
Ia tak
lagi makan. Nafsunya telah hilang sebab
tak boleh
buat posisi idaman
Berdiri ia
di depan jendela kamar menghadap
ke arah matahari
terbenam.
Dalam hati
ia berucap,
"Selamat
tinggal kutukan-kutukan."
Saat
ibunya masuk keesokan harinya,
membawa
seorang perias pengantin
ia
terkejut hingga lemas.
Anaknya
telah menjelma sebuah patung.
22:59
TA/17072014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar