Sabtu, 14 November 2015

Saya Suka Ramai Kereta

15/03/2014
Ini kisah empat hari yang lalu. Saat seperti biasa aku mudik ke kota (hehe) naik kereta. Tarifnya yang murah menjadi alasan utama kenapa aku pilih armada ini. Perjalananku kali ini, aku tak sendiri. Aku berkawan seorang teman yang gentar tinggal di kos seorang diri. Asik! Pikirku. Aku mau pamer. Akan ku tunjukkan padanya bagaimana rupa kereta yang sudah selayak rumah bagiku. Duit kita bukan habis lantaran harga tiket, melainkan tergiur oleh lau-lalang asongan tawarkan dagangan. Dan satu lagi yang ingin aku tunjukkan padanya. Pengamen berseragam. Ya, itu satu-satunya pengamen yang rutin aku kasih jatah. Pas aku ada sisa duit sih, tepatnya. Karena sebagai anak kos, terkadang aku pulang dengan hanya membawa duit yang cuma cukup buat naik kendaraan.
Sayang, musti ku urungkan aksi pamerku ini. Keadaan kereta saat itu lengang. Tak ada teriakan dari pedagang asongan, tak ada uluran tangan meminta belas, tak ada sodokan gagang sapu, genjrengan gitar dan tabuhan gendang pun tak terdengar. Tak lama berselang, pria berseragam loreng berlalu lalang. Baru aku ngeh, ini yang membikin mereka  ciut nyali. Filtrasi kereta dari pedagang asongan sebetulnya sudah lama diberlakukan. Tapi masih ada saja pelaku yang mbobol masuk ke dalam. Kali ini lain, pria-pria berseragam loreng yang berkeliaran betul-betul membuat mereka gentar.           
Seorang bapak paruh baya duduk di depanku. Bapak ini aku kenali sebagai salah satu pedagang di kereta ini. Wajahnya tunduk sambil sesekali toleh kiri-kanan. Duduk tak tenang, berdiri tak jenak. Ternyata, dia naik kereta ini beserta barang dagangan yang ia sembunyikan di balik plastik kresek hitam. Kentara betul ia tengah was-was oleh pria berbaju loreng yang berulang melintas mengagetkan. Miris aku melihatnya. Hanya untuk menghidupi anak istri, kerja waswas di balik pengawasan harus ia jalani. Mau pulang, ia tak tahu apa yang ia musti setor kepada majikan. Tak juga ada yang akan ia suguhkan buat anak istri. Sedang apa yang ia kerjakan disini? Hanya menanti gelisah berlalu. Mencari nafkah memang perkara sukar.

Ketetapan macam ini, sudah seharusnya datang bersama solusi. Karena jika tidak, hanya akan menghapus ladang mata pencaharian. Kalau memang pelarangan padagan asongan dan pengamen masuk ke dalam kereta atas alasan kenyamanan penumpang, rasanya, tak perlu berlaku kereta ekonomi jarak pendek. Penumpangnya yang rata-rata dari golongan menengah ke bawah punya kebiasaan lapar tiba-tiba (khususnya aku). Jika biasanya mereka mengandalkan pedagang asongan, sekarang mereka musti menahan hingga tiba tampat tujuan. Sejujurnya, aku lebih suka duitku terkuras oleh pedagang asongan atau telingaku terusik musik jalanan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar