15/03/2014
Ini kisah empat hari yang lalu. Saat seperti biasa
aku mudik ke kota (hehe) naik kereta. Tarifnya yang murah menjadi alasan utama
kenapa aku pilih armada ini. Perjalananku kali ini, aku tak sendiri. Aku
berkawan seorang teman yang gentar tinggal di kos seorang diri. Asik! Pikirku. Aku mau pamer. Akan ku
tunjukkan padanya bagaimana rupa kereta yang sudah selayak rumah bagiku. Duit
kita bukan habis lantaran harga tiket, melainkan tergiur oleh lau-lalang
asongan tawarkan dagangan. Dan satu lagi yang ingin aku tunjukkan padanya.
Pengamen berseragam. Ya, itu satu-satunya pengamen yang rutin aku kasih jatah.
Pas aku ada sisa duit sih, tepatnya. Karena sebagai anak kos, terkadang aku
pulang dengan hanya membawa duit yang cuma cukup buat naik kendaraan.
Sayang, musti ku urungkan aksi pamerku ini. Keadaan
kereta saat itu lengang. Tak ada teriakan dari pedagang asongan, tak ada uluran
tangan meminta belas, tak ada sodokan gagang sapu, genjrengan gitar dan tabuhan
gendang pun tak terdengar. Tak lama berselang, pria berseragam loreng berlalu
lalang. Baru aku ngeh, ini yang
membikin mereka ciut nyali. Filtrasi
kereta dari pedagang asongan sebetulnya sudah lama diberlakukan. Tapi masih ada
saja pelaku yang mbobol masuk ke
dalam. Kali ini lain, pria-pria berseragam loreng yang berkeliaran betul-betul
membuat mereka gentar.
Seorang bapak paruh baya duduk di depanku. Bapak ini
aku kenali sebagai salah satu pedagang di kereta ini. Wajahnya tunduk sambil
sesekali toleh kiri-kanan. Duduk tak tenang, berdiri tak jenak. Ternyata, dia
naik kereta ini beserta barang dagangan yang ia sembunyikan di balik plastik
kresek hitam. Kentara betul ia tengah was-was oleh pria berbaju loreng yang
berulang melintas mengagetkan. Miris aku melihatnya. Hanya untuk menghidupi
anak istri, kerja waswas di balik pengawasan harus ia jalani. Mau pulang, ia
tak tahu apa yang ia musti setor kepada majikan. Tak juga ada yang akan ia
suguhkan buat anak istri. Sedang apa yang ia kerjakan disini? Hanya menanti gelisah
berlalu. Mencari nafkah memang perkara sukar.
Ketetapan macam ini, sudah seharusnya datang bersama
solusi. Karena jika tidak, hanya akan menghapus ladang mata pencaharian. Kalau memang
pelarangan padagan asongan dan pengamen masuk ke dalam kereta atas alasan kenyamanan
penumpang, rasanya, tak perlu berlaku kereta ekonomi jarak pendek. Penumpangnya
yang rata-rata dari golongan menengah ke bawah punya kebiasaan lapar tiba-tiba
(khususnya aku). Jika biasanya mereka mengandalkan pedagang asongan, sekarang
mereka musti menahan hingga tiba tampat tujuan. Sejujurnya, aku lebih suka
duitku terkuras oleh pedagang asongan atau telingaku terusik musik jalanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar